Ketentuan guru mengajar 24 jam sangat membebani guru yang 'katanya' harus dituntut untuk profesional. Menjadi profesional bukan berarti guru harus mengajar 24 jam. Guru juga manusia. Mereka tidak punya waktu lagi untuk mempersiapkan materi dan mempelajari materi yang akan disampaikan kepada peserta didik. Apalagi bagi 'guru terbang' yang harus mencari sekolah lain untuk memenuhi tuntuan mengajar 24 jam. Ada beberapa guru SMP/SMA yang harus mengajar di SMP/SMA lain. Tidak akan menjadi masalah jika mereka mengajar pada level pendidikan yang sama dan jenjang kelas yang sama. Bagaimana dengan mereka yang mendapat sekolah dengan level pendidikan yang berbeda? Bagaimana mereka harus membagi waktu untuk persiapan mengajar? Remidi? Ulangan? Ketika guru tidak siap dengan materi atau tidak menguasainya, itulah yang menjadi kendala utama. Bagaimana siswa bisa menerima pelajaran kalau gurupun tidak siap atau menguasai materi?
Pada sebagian kecil guru, mereka bisa menyiapkannya di sekolah setelah usai pelajaran atau di rumah. Tapi mengingat sebagian besar guru adalah ibu rumah tangga, yang mempunyai kewajiban lain selain di sekolah, akan sangat sulit untuk membagi antara tugas sekolah dan tugas rumah.
Guru masih dibebani lagi dengan tugas tambahan yang sebenarnya bukan merupakan tugas utama guru misalnya sebagai wakil kepala sekolah, bendahara, dsb. Jika posisi tersebut ditangani atau dipegang oleh orang bukan guru, saya kira mannejemen sekolah akan jauh lebih baik dan kualitas sekolah akan meningkat karena guru lebih fokus pada mengajar.
Jadi beban mengajar 24 jam harus ditinjau kembali.